Tuban — Keberanian Ketua DPD Lembaga Investigasi Negara (LIN) 16 Jawa Timur, Markat N.H, dalam mengungkap praktik tambang ilegal di Tuban, berujung pada nasib tragis. Bukannya diapresiasi atas langkahnya membela kepentingan publik dan lingkungan, ia justru dilaporkan balik oleh kuasa hukum Siti M dengan tuduhan penganiayaan (Pasal 351 KUHP).
Kasus ini sontak mengundang tanda tanya besar: Apakah hukum di negeri ini masih berpihak pada pencari kebenaran, atau justru tunduk pada tekanan oknum yang diuntungkan dari kejahatan tambang ilegal?
Lebih miris lagi, berdasarkan sumber yang kredibel, kuasa hukum Siti M yang melaporkan Ketua DPD LIN 16 Jatim diduga kuat terlibat dalam aktivitas tambang ilegal yang dilaporkan oleh Markat N.H ke Polda Jatim.
Jika dugaan ini benar, maka laporan balik tersebut terkesan sebagai upaya balasan — atau bahkan bentuk kriminalisasi yang terencana untuk membungkam pengungkapan kasus.
“Ketika orang yang berani menegakkan kebenaran justru dipenjarakan, maka itu tanda hukum kita sedang sakit parah,” ujar salah satu pengurus DPC LIN Lamongan dengan tegas.
Menanggapi dugaan kriminalisasi tersebut, DPC LIN Pasuruan, Lamongan, dan Tuban kompak menyatakan dukungan moral dan sikap solidaritas penuh kepada Ketua DPD LIN 16 Jatim.
Mereka menilai kasus ini bukan sekadar persoalan pribadi, melainkan pukulan telak terhadap semangat penegakan hukum dan pemberantasan tambang ilegal di Jawa Timur.
Sebagai bentuk langkah nyata, ketiga DPC tersebut akan menggelar aksi demonstrasi di depan Polrestabes Surabaya pada 10 November 2025.
Aksi itu direncanakan menjadi bentuk protes damai untuk menuntut keadilan dan mendesak aparat penegak hukum agar tidak terjebak dalam permainan oknum yang mencoba membungkam suara kebenaran.
Publik menilai bahwa kasus ini bukan hanya tentang Markat N.H — tapi tentang nasib siapa pun yang berani melawan kejahatan terorganisir.
Jika pelapor bisa dikriminalisasi semudah itu, maka tak heran bila para penjahat lingkungan semakin berani mengeruk tanah negeri ini tanpa takut hukum.
Kini, Polda Jatim berada di bawah sorotan tajam publik.
Apakah mereka akan berpihak pada kebenaran dan keadilan, atau justru membiarkan dugaan permainan hukum terus mencoreng wibawa institusi penegak hukum?
Karena sesungguhnya, kriminalisasi terhadap pelapor adalah bentuk kemunduran moral penegakan hukum.
Dan ketika hukum berpihak pada pelaku, maka bangsa ini sedang kehilangan arah — menuju jurang ketidakadilan yang semakin dalam.
