Trenggalek – Negeri ini seolah tak pernah belajar. Di tengah gembar-gembor pemberantasan kriminal, praktik perjudian sabung ayam justru tumbuh subur di Trenggalek. Bukan sembunyi-sembunyi, bukan di tempat terpencil—melainkan berlangsung terbuka, terang-terangan, dan menantang hukum.
Tepatnya di Dusun Karanggayam, Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek, arena judi kembali dibuka setelah sebelumnya sempat “dihentikan” secara setengah hati. Tak butuh waktu lama, aktivitas haram itu kembali berjalan seperti biasa. Kerumunan penjudi, suara ayam tarung, dan parkiran penuh kendaraan menjadi pemandangan yang sudah biasa bagi warga sekitar.
Masyarakat hanya bisa geleng kepala. Negara kalah oleh ayam. Polisi kalah oleh taruhan. Hukum kalah oleh uang.
Fakta di Lapangan: Kegiatan Haram, Tapi Dibiarkan
Tim investigasi turun ke lokasi dan mendapati apa yang dikhawatirkan publik selama ini benar adanya. Aktivitas judi berjalan tanpa hambatan, tanpa rasa takut. Para pelaku seakan tahu mereka aman. Kenapa? Karena aparat tak kunjung bertindak. Atau mungkin—tidak mau bertindak?
Pasal 303 KUHP bukan sekadar tulisan di atas kertas. Itu adalah hukum yang wajib ditegakkan. Tapi di Trenggalek, pasal itu tidak berkutik. Tak ada tangkapan. Tak ada penggerebekan. Tak ada proses hukum. Hanya diam.
Polres Trenggalek Dipertanyakan: Netral, Takut, atau Terlibat?
Lambannya respons dari Polres Trenggalek memunculkan tanda tanya besar. Apakah mereka tak tahu? Sulit dipercaya. Apakah mereka tak mampu? Lebih tak masuk akal. Lalu, apa yang terjadi sebenarnya?
Desas-desus di masyarakat mulai berkembang: ada yang melindungi, ada yang bermain di belakang layar. Jika aparat tidak turun tangan, maka keheningan itu bisa dimaknai sebagai bentuk persetujuan.
Lalu, bagaimana nasib kepercayaan publik? Jangan salahkan masyarakat jika suatu saat mereka memilih jalan sendiri karena tak lagi percaya pada hukum negara.
Publik Mendesak: Hentikan Omong Kosong, Bertindaklah!
Cukup sudah sandiwara penutupan semu. Masyarakat tidak butuh operasi dadakan tanpa hasil. Yang dibutuhkan adalah penangkapan, pengusutan, dan pengadilan. Tangkap bandarnya. Bongkar jaringannya. Copot aparat yang terlibat.
Trenggalek tidak butuh aparat yang sekadar hadir saat kamera menyorot. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk berdiri di pihak hukum, meski harus melawan arus dan kepentingan.
Jika Mabes Polri dan Polda Jawa Timur masih punya nyali dan nurani, inilah saatnya untuk membuktikan bahwa hukum masih hidup di republik ini. Jika tidak, biarkan sejarah mencatat: di Trenggalek, hukum dikalahkan oleh seekor ayam.
Bersambung…
(Tim Lembagainvestigasinegara)
