Jakarta — Aroma ketidakberesan kembali menyeruak dari Sulawesi Selatan. Sidang eksekusi lahan seluas 6.600 meter di Jalan Urip Sumoharjo yang seharusnya berjalan sederhana sesuai ketetapan hukum, justru berubah menjadi drama panjang penuh kejanggalan. Dugaan intervensi, permainan birokrasi, hingga manuver oknum di lingkup Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan semakin menguat.
Ketua Umum Lembaga Investigasi Negara (LIN), Gus Robi, angkat bicara dengan nada tegas tanpa kompromi. Ia mengutuk keras upaya yang dianggapnya sebagai tindakan menghalang-halangi proses eksekusi yang telah memiliki dasar hukum tetap (inkracht).
“Ini bukan sekadar persoalan tanah. Ini persoalan penghinaan terhadap hukum negara. Bila pemerintah daerah justru menghambat eksekusi yang sah, maka ada dugaan kuat permainan di belakang layar,” tegas Gus Robi.
DUGAAN PELANGGARAN PIDANA MENGUAT
LIN menilai bahwa tindakan memperlambat atau menghalangi eksekusi bisa masuk kategori tindak pidana, antara lain:
- Pasal 216 KUHP: Melawan atau menghalangi pejabat yang menjalankan tugas.
- Pasal 421 KUHP: Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat.
- Pasal 55 & 56 KUHP: Dugaan turut serta dan membantu perbuatan pidana.
- UU Tipikor Pasal 21: Obstruction of justice — menghalangi penegakan hukum.
Jika terbukti ada pejabat atau oknum pemprov yang secara sengaja menghambat eksekusi, maka perbuatannya dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap sistem peradilan.
LIN DESAK TURUNNYA APARAT PENEGAK HUKUM
Menurut Gus Robi, hal ini tidak boleh dianggap enteng. Ia mendorong:
- Kapolri untuk mengawal eksekusi tanpa kompromi,
- Kejaksaan Agung untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan wewenang,
- Kementerian ATR/BPN untuk menertibkan pihak-pihak yang diduga bermain mata dalam urusan pertanahan.
“Jika proses eksekusi bisa dipermainkan oleh pejabat daerah, maka rakyat kecil tak punya harapan. Negara wajib hadir. Kami tidak akan diam, dan kami siap membawa ini sampai ke pusat,” tambahnya.
PUBLIK GERAM: ADA APA DI BALIK EKSEKUSI 6.600 M?
Warga dan pemerhati hukum mempertanyakan mengapa proses eksekusi yang seharusnya sederhana justru menjadi panjang, kusut, dan penuh tanda tanya.
Ada dugaan:
- Konflik kepentingan di lingkaran elit daerah
- Manuver untuk mempertahankan kepentingan pihak tertentu
- Upaya menunda eksekusi agar pihak-pihak tertentu bisa merapikan “jejak”
Situasi ini menambah kecurigaan masyarakat bahwa ada aktor kuat yang mencoba mempengaruhi jalannya hukum.
GUS ROBI: “NEGARA TAK BOLEH KALAH DARI OKNUM”
Dalam pernyataan pamungkasnya, Gus Robi menegaskan bahwa Lembaga Investigasi Negara akan mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Eksekusi wajib dijalankan. Tidak boleh ada satupun yang berada di atas hukum. Jika oknum birokrasi berani menghalangi, itu penghianatan terhadap negara,” tutupnya.
