Grabagan Retak, Hukum pun Retak: Negara ke Mana Saat Rakyat Jadi Korban?

Tuban, Jawa Timur — Bumi Grabagan retak. Hujan mengguyur, tebing bekas tambang liat yang dikeruk tanpa kendali runtuh menimpa rumah warga. Dinding hancur, atap ambruk, dan kehidupan penduduk berubah seketika. Di balik reruntuhan itu, tersingkap satu kenyataan pahit: negara tidak hadir di saat rakyatnya membutuhkan perlindungan.

Aktivitas tambang liar di wilayah Grabagan bukanlah rahasia baru. Warga sudah berkali-kali mengeluh tentang truk-truk pengangkut tanah yang hilir mudik, jalanan rusak, udara penuh debu, dan bukit-bukit yang kini gundul. Tapi setiap keluhan berakhir sama — sunyi.

Ketua DPD Lembaga Investigasi Negara (LIN) 16 Jawa Timur, Markat N.H, menyebut apa yang terjadi di Tuban sebagai bentuk kegagalan total pengawasan pemerintah dan aparat penegak hukum.

“Kalau negara serius, tambang liar tidak akan menjamur seperti ini. Tapi yang terjadi justru pembiaran. Ini bukan sekadar kelalaian, ini pengkhianatan terhadap rakyat,” tegas Markat dengan nada tajam.

Rekaman video dari akun @portaltuban menjadi saksi bisu bagaimana material tambang liar yang dibiarkan terbuka ambruk menimpa rumah warga. Sejumlah rumah rusak berat, sementara para pelaku tambang liar tetap bebas beroperasi.

LIN Jatim mendesak Bupati Tuban, Dinas ESDM, dan aparat kepolisian untuk turun tangan dan menindak tegas semua pihak yang terlibat. Markat menegaskan, diamnya aparat selama ini menimbulkan kecurigaan publik bahwa ada “main mata” di balik praktik tambang ilegal tersebut.

“Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah. Kami akan terus mengawal kasus ini sampai pelaku benar-benar dijerat hukum. Jangan sampai rakyat kecil terus jadi korban kerakusan segelintir orang,” tambahnya.

Tambang liar di Grabagan telah mengoyak keseimbangan alam. Tanah menjadi rapuh, sumber air mengering, dan rumah warga terancam longsor. Namun, di tengah kerusakan itu, pemerintah justru diam, seolah bencana ini hanya angka statistik tanpa wajah manusia.

Warga kini hidup dalam ketakutan setiap kali hujan turun. Tidak ada kepastian, tidak ada perlindungan. Yang ada hanyalah rasa marah dan kecewa terhadap negara yang seharusnya hadir, tapi memilih menjadi penonton di tengah bencana buatan manusia.

Peristiwa ini bukan hanya tentang tambang liar. Ini adalah cermin buram moralitas kekuasaan. Ketika hukum tidak lagi berpihak pada keadilan, dan ketika aparat lebih sibuk menjaga kepentingan daripada keselamatan rakyat, maka yang tersisa hanyalah negara tanpa nurani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *